1.1.
Pengertian dan Hikmah Zakat
1.1.1.
Menurut Bahasa dan Istilah
Yusuf Qardawi dalam karyanya “Fikih
Zakat”, beliau mengutip beberapa pendapat ulama, memberikan beberapa pengertian
kata “zakat”. Ditinjau dari segi Bahasa, kata “zakat” merupakan
kata dasar (maadar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh bersih
dan baik. Sesuatu itu zaka berarti tumbuh dan berkembang,
dan seorang itu zaka, berarti
orang itu baik.[1]
Menurut Lisān
al-‘Arab, arti dasar dari kata ditinjau dari sudut bahasa adalah suci,
tumbuh, berkah, dan terpuji; semuanya
digunakan dalam Al-Qur’an
dan Hadis.[2]
Tapi yang terkuat menurut Wahidi dan
lain-lain, kata dasar zaka berarti bertambah dan tumbuh,
sehingga bisa dikatakan tanaman itu zaka, artinya tumbuh, sedangkan
tiap sesuatu yang bertambah disebut zaka artinya bertambah. Bila
satu tanaman tumbuh tanpa cacat, maka kata zaka disini berarti bersih.[3]
Bila seseorang diberi sifat zaka
dalam arti baik, maka berarti orang itu lebih banyak mempunyai sifat
yang baik. Seorang itu zaki, berarti sesorang yang memiliki lebih banyak
sifat-sifat orang baik, dan kalimat “hakim-zaka-saksi” berarti
hakim menyatakan jumlah saksi-saksi diperbanyak.[4]
Zakat dari segi istilah fikih
berarti “Sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang
yang berhak” disamping berarti “mengeluarkan jjumlah tertentu itu sendiri”.[5]
Jumlah yang dikeluarkan dari
kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah
banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari
kebinasaan, demikian Qardawi mengutip pendapat Nawawi yang mengutip pendapat
Wahidi.[6]
Arti “tumbuh” dan “suci”
tidak dipakaikan hanya buat kekayaan, tetatpi lebih dari itu, juga buat jiwa
orang yang menzakatkannnya, sesuai firman Allah swt dalam QS At-taubah (9)
ayat 103:
Yang artinya berbunyi, “Ambillah zakat dari
harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan
doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka.
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[7]
Ibnu Kathir dalam
tafsirnya menyatakan bahwa Allahﷻ memerintahkan Rasul-Nya untuk mengambil zakat
dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka melalui zakat
itu. Pengertian ayat ini umum, sekalipun sebagian ulama mengembalikan damir
yang terdapat pada lafaz amwalihim kepada orang-orang yang mengakui
dosa-dosa mereka dan yang mencampurbaurkan amal saleh dengan amal buruknya.[8]
Beliau juga
mengutip hadis Imam Muslim
di dalam kitab Sahih-nya telah meriwayatkan melalui Abdullah ibnu Abu Aufa yang
mengatakan bahwa Nabiﷺ apabila menerima zakat dari suatu kaum, maka beliau
berdoa untuk mereka. Lalu datanglah ayahku (perawi) dengan membawa zakatnya,
maka Rasulullahﷺ berdoa: Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada keluarga Abu
Aufa.[9]
Qardawi mengutip pendapat Azhari
bahwa zakat juga menciptakan pertumbuhan buat orang-orang miskin. Zakat
adalah “cambuk ampuh yang membuat zakat tidak hanya menciptakan pertumbuhan
material dan spiritual bagi orang miskin”, tetapi juga “mengembangkan
jiwa dan kekayaan orang-orang kaya”.[10]
Setelah kita mengerti maksud
dari uraian diatas, maka bisa disimpulkan bahwa makna
zakat adalah berkah, tumbuh, bersih dan baik. Rasulullah mendoakan kepada orang
yang menunaikan zakatnya dengan doa semoga Allah swt melimpahkan rahmat kepada muzaki dan keluarganya.
Bagi orang miskin, zakat akan menciptakan pertumbuhan material dan spiritual.
Sedangkan bagi orang kaya, zakat akan mengembangkan jiwa dan kekayaannya.
[1]
Yusuf Qardawi, Fikih Zakat, Muassasat ar-Risalah, Beirut, Libanon, 1973, hlm
34.
[2] Ibid
[3]
Ibid
[4]
Ibid
[5]
Ibid
[6]
Ibid
[7]
Quran, 9:103
[8]
Tafsir Ibnu Kathir
[9]
Ibid
[10]
Yusuf Qardawi, Fikih Zakat, Muassasat ar-Risalah, Beirut, Libanon, 1973, hlm 35